Petani Tebu Majalengka Lanjutkan Aksi Mogok Tebang
Unknown
05.37
0
MAJALENGKA, (PRLM).- Aksi mogok tebang tebu oleh petani tebu di Majalengka terus berlanjut akibat belum adanya kesediaan pihak Pabrik Gula Rajawali untuk menaikan rendemen tebu milik petani. Aksi mogok tebang akan diikuti juga oleh petani tebu di Tresana Baru, Cirebon.
Menurut keterangan Ketua APTRI Kabupaten Majalengka H.Muslih, mogok tebang tebu tersebut dilakukan sejak Jumat (20/6/2014) berdasarkan keputusan rapat dengan para petani tebu, yang bila dilanjutkan tebang seluruh petani adan menderita kerugian hingga ratusan juta rupiah, akibat rendahnya rendemen tebu yang hanya mencapai 6,2 hingga 6,3 hingga saja.
“Kalau tebang dipaksakan akan merugikan petani tebu, kerugiannya tidak sedikit satu petani bisa mencapai puluhan juta, terlebih bila areal tanamnya luas,” ungkap H.Muslih.
Menurutnya, pihak APTRI telah melakukan komunikasi dengan pihak manajemen Pabrik Gula Jatitujuh namun hasilnya tidak memuaskan petani. Hingga akhirnya kerugian semakin besar.
Hal senada diungkapkan petani lainnya H.Rohim dan H.Enjo yang sudah menebang beberapa hektar tanaman tebunya dan di giling. Hasilnya ternyata merugi hingga Rp 5.000.000,- dari setiap hektarnya. Rendahnya rendemen tebu tersebut tidak dipahami petani karena selalu ada perbedaan besaran rendemen antara tebu milik Pabrik Gula dengan milik petani. Padahal perlakuan terhadap tanaman sama.
Menurut mereka alasan rendahnya rendemen berdasarkan keterangan pihak manajemen ketika pertama kali ditanyakan berdalih akibat curah hujan yang tinggi sehingga kadar gula dalam tebu menjadi rendah, belakangan beralasan lagi rendahnya rendemen akibat mesin pabrik yang bocor sehingga cairan gula terbuang. Kedua alasan tersebut seolah mengada-ada karena mesin pabrik gula Jatitujuh sendiri sebelumnya dinyatakan terbaik dan tercanggih dibandingkan dengan mesin pabrik gula di tempat lainnya di Pulau Jawa.
Bila rendemen tidak juga dinaikan para petani mengancam akan melakukan aksi demo ke Pabrik Gula Jatitujuh, bila tidak ditanggapi petani akan demo ke Jakarta. “Dirut PG Jatitujuh teh teu jelas alesannya, awal-awal nyebutkeun rendemen rendah pedah loba cai, kamari nyebut mesin giling bocor,” ungkap H.Rohim.
Pengalaman tiga tahun lalu menurut para petani, setelah demo dilakukan tiba-tiba rendemen melesat naik hinga mencapai 8, padahal ketika itu curah hujan juga tidak berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, semikian juga dengan varietas tebunya, sehingga, sehingga aneh bila sekarang rendemen jatug hingga 6,2 saja.
Kini dari jumlah 700 kwintal tebu hanya diperoleh uang sekitar Rp 6 jutaan padahal biaya sewa lahan setiap hektaranya telah mencapai Rp 7.000.000,- belum ditambah biaya garap, dan pupuk serta upah kerja yang cukup besar .
Para petani berharap rendemen tebu bisa mencapai 7,5 atau bahkan 8 agar modal petani bisa tertutupi dan ada nilai lebih untuk keuntungan petani tebu.