Masjid Merah Panjunan Kota Cirebon Simpan Banyak Keunikan
Unknown
19.20
0
KOTA Cirebon salah satu kota di Jawa Barat yang kaya akan peninggalan sejarah, salah satunya Masjid Merah Panjunan. Masjid berumur sangat tua yang didirikan pada 1480 oleh Syarif Abdurrahman atau Pangeran Panjunan, seorang keturunan Arab yang memimpin sekelompok imigran dari Baghdad, yang kemudian menjadi murid Sunan Gunung Jati.
Masjid Merah Panjunan terletak di sebuah sudut jalan di Kampung Panjunan Kelurahan Panjunan Kecamatan Lemahwungkuk. Kampung tersebut dimana terdapat banyak pengrajin keramik atau jun saat itu. Masjid Merah Panjunan yang terbuat dari susunan batu bata merah yang pintu gapuranya memperlihatkan pengaruh Hindu dari jaman Majapahit yang banyak bertebaran di daerah Cirebon.
Kini, setiap harinya banyak masyarakat yang datang dari luar daerah seperti Jakarta, Bandung, Subang, Surabaya hingga Sumatera yang ingin mengetahui secara langsung keberadaan Masjis Merah Panjunan, terlebih saat ini bulan puasa. Banyak masyarakat sekitar Kota Cirebon yang sengaja datang untuk melakukan salat dzuhur atau ashar di masjid yang umurnya sudah ratusan taun itu sambil ngabuburit (menungu waktu berbuka puasa).
“Masjid Merah Panjunan ini telah dimasukkan sebagai sebuah Benda Cagar Budaya yang dimiliki Kota Cirebon,” kata Toto (60), yang merupakan esepuh Kampung Panjunan yang setiap harinya berada di Masjid Merah Panjunan.
Dikatakanya, gapura Masjid Merah Panjunan yang mengunakan susunan bata warna merah tanpa disemen memberikan cirri tersendiri kepada masjid ini. Panembahan Ratu yang merupakan cicit Sunan Gunung Jati yang membangun tembok keliling Masjid Merah Panjunan yang terbuat dari bata merah setinggi 1,5 m dan ketebalan 40 cm pada tahun 1949.
“Ruangan utama dan satu-satunya di Masjid Merah Panjunan, yang langit-langitnya ditopang oleh lebih dari lima pasang tiang kayu. Umpak pada tiang penyangga juga memperlihatkan pengaruh kebudayaan lama. Sementara keramik yang menempel pada dinding memperlihatkan pengaruh budaya Cina dan Eropa di masjid yang semula bernama al-Athyah ini,” katanya.
Dia menjelaskan, beberapa keramik buatan Cina yang menempel pada dinding, konon merupakan bagian dari hadiah ketika Sunan Gunung Jati menikah dengan Tan Hong Tien Nio.
“Mungkin hanya ada di Cirebon, sebuah bangunan masjid seperti Masjid Merah Panjunan ini pada bangunan mihrabnya (bagian yang menunjukkan arah kiblat, dihiasi dengan keramik yang indah),” jelas dia.
Yang menarik pada pilar Masjid Merah Panjunan,kata dia, bentuk pilar bulat dengan umpak yang juga berbentuk bulat hanya terdapat di baris depan, yang tampaknya berfungsi sebagai Soko Guru, yang pada kebanyakan bangunan tradisional lain diletakkan dalam posisi segi empat. Pilar kayu lainnya berbentuk segi empat sebagaimana bentuk umpaknya.
“Di Masjid Merah Panjunan ini memang tidak ada mimbar, karenanya hanya digunakan untuk sholat sehari-hari, tidak untuk ibadah sholat Jumat,” katanya.
Dia menambahkan, untuk beduk dan kentongan Masjid Merah Panjunan yang terletak di sebelah kiri ruangan, bersebelahan dengan sebuah makam yang tidak diketahui siapa penghuninya. Bahkan disinipun ada sebuah papan berisi peringatan untuk memelihara situs Masjid Merah Panjunan dan ancaman hukuman bagi yang melanggarnya terlihat menempel di tembok.
“Beberapa keramik pada dinding Masjid Merah Panjunan pernah hilang dicongkel orang, sehingga untuk menghindari hal itu dibuatlah papan untuk yang bertuliskan larangan untuk merusak sesuatu yang ada di sini,” tambah dia.
Yanto (40) warga Sindang Laut Kota Cirebon, mengaku hampir setiap hari melaksakan salat dzuhur maupun salat ashar di Mesjid Merah Panjunan. “Salat di sini nyaman dan tenang mas. Dan bila salat disini terasa berada di jaman dulu,” kata Yanto. (Enon/CNC)